Menghormati Hak Adat
Kasubdit Pengembangan dan Penilaian Tanah, Direktorat Penilaian Tanah dan Ekonomi Pertanian, Jatmiko ST MSC, menjelaskan bahwa masyarakat adat tidak bisa disamakan dengan pemilik lahan biasa.
āKalau tanahnya menyangkut masyarakat adat, itu tidak sekadar soal harga. Ada nilai budaya, ada identitas, bahkan ada ritual yang melekat,ā katanya dalam diskusi Pusbang Berbincang.
Karena itu, pendekatan yang dilakukan harus lebih hati-hati, dengan melibatkan tokoh adat, pemuka masyarakat, hingga lembaga kebudayaan.
Risiko Sosial Lebih Besar
Jika masyarakat adat diperlakukan sama seperti warga biasa, risiko konflik bisa lebih besar. Penolakan bisa terjadi bukan karena nominal ganti untung, tetapi karena rasa kehilangan identitas dan warisan budaya.
āKita tidak bisa hanya bicara uang. Kalau masyarakat adat merasa diabaikan, itu bisa menimbulkan penolakan serius,ā tegas Jatmiko.
Hasil kajian SIA menjadi dasar untuk menentukan kompensasi yang lebih adil dan sesuai kebutuhan masyarakat adat. Dengan begitu, mereka tetap bisa melanjutkan hidup tanpa kehilangan identitas dan martabat.
Pembangunan Berkeadilan
Perhatian khusus terhadap masyarakat adat menunjukkan bahwa pembangunan tidak hanya soal infrastruktur. Ada nilai kemanusiaan, budaya, dan keberlanjutan sosial yang harus dijaga.
āPembangunan harus berjalan cepat, tapi jangan sampai mengorbankan masyarakat adat. Kita ingin hasilnya berkeadilan untuk semua pihak,ā pungkas Jatmiko.
Dengan perlindungan yang tepat, masyarakat adat tidak lagi dipandang sebagai penghalang pembangunan. Sebaliknya, mereka bisa menjadi mitra penting dalam menjaga harmoni antara pembangunan modern dan kelestarian budaya.